SEMANGAT BONEKA MAMPANG!
Oleh : Ayessa Syakina Baky
Sebuah langkah kecil merupakan awal yang begitu panjang. Siang ini Farid tengah duduk dibangku yang ada di halaman rumahnya sembari melihat cerahnya sang matahari mengeluarkan sinarnya. Sinar matahari tersebut membuat pandangan Farid fokus kedepan memandang jalan yang sunyi.
Farid yang saat ini duduk dibangku berseragam putih biru tengah bingung memikirkan tentang sekolahnya, sebuah wabah virus yang bernama Coronavirus atau virus corona sedang menyerang bumi membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk mencegah penyebaran virus tersebut dengan mengarahkan agar masyarakat beraktivitas dari rumah. Begitu pula dengan belajar yang seharusnya proses belajar di lakukan di lingkungan sekolah terpaksa harus diganti sementara dengan belajar dari rumah.
Farid Mutadir, adalah anak lelaki dari pasangan pak Indra dan ibu Anissa, Farid juga memiliki seorang adik laki-laki yang masih kecil yang berumur baru 5 tahun. Mereka adalah keluarga yang hidup sederhana yang bisa dikatakan kurang berkecukupan yang mana pak Indra bekerja sebagai penarik becak yang hasil kerjanya pun tak menentu kadang bisa di atas Rp.100.000,- dan kadang bisa sebaliknya sedangkan ibunya hanya penjual sarapan pagi kecil-kecilan untuk membantu keuangan keluarga yang berpengasilan tak bisa ditentukan dan apalagi saat pandemi ini membuat warungnya sepi.
“Meski hidup kurang berkecukupan kadang masih ada keperluan yang belum terpenuhi karena keterbatasan ekonomi keluarga membuat saya sangat tak ingin merepotkan ataupun menambah beban ibu maupun bapak dengan keperluan ataupun keinginan saya jika bukan karena mendesak,” kata Farid dalam hatinya.
Melihat kondisi keluarganya yang sedang berpendapatan kurang berkecukupan sebab wabah membuat Farid tak enak hati jika harus meminta smartphone kepada orang tua nya yang bisa dikatakan untuk satu smartphone android lumayan harganya mengeluarkan banyak uang untuk membelinya.
“Belum lagi uang sekolah saya yang harus dibayar, susu untuk adik yang harus dibeli, dan modal jualan ibu yang harus diputar agar warung sarapan pagi ibu tetap berjalan,” membuat pikiran Farid mengurungkan niat jika harus meminta untuk dibelikan smartphone oleh bapak atau ibu.
Sabil membuyarkan lamunan Farid yang tengah melamun menatap jalanan tadi. Sabil merupakan teman dekat Farid yang sejak duduk dibangku sekolah dasar mereka sudah satu sekolah. Mengetahui bahwa temannya sedang bingung tentang sekolahnya dan mengalami kendala dalam belajar jarak jauh disebabkan Farid tak memiliki smartphone untuk mendukungnya mendapatkan pelajaran membuat Sabil dengan rendah
hati menawarkan untuk berbagi smartphone androidnya kepada Farid untuk tetap mengikuti pelajaran sambil berpikir solusi agar Farid bisa memiliki smartphone tanpa menganggu kondisi keuangan orang tuanya.
Farid setiap pagi datang kerumah Sabil yang jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Setelah kemarin mereka sepakat untuk belajar bersama.
Pukul 08.00 WIB pembelajaran dimulai dimana guru sesuai jadwal pelajaran akan memberikan materi dan tugas sesuai waktunya, Mereka pun sama-sama mengerjakan tugas yang ada lalu bergantian mengirimkan tugas tersebut kepada guru kami.
Sehabis pembelajaran tepat pukul 12.00 WIB, Farid dan Sabil pergi ke masjid di dekat rumah Sabil menunggu adzan Dzuhur untuk menunaikan kewajiban. Usai dari masjid Farid dan Sabil memutuskan untuk bermain kerumah teman mereka yang jaraknya lumayan jauh dengan berjalan kaki. Meski,wabah virus masih ada pemerintah memberikan kelonggaran untuk tetap boleh keluar rumah dengan tetap menjalankan peraturan seperti jaga jarak, memakai masker, dan selalu mencuci tangan.
Di perempatan jalan, Farid melihat suatu atraksi seseorang menggunakan kostum badut dengan karakter kartun sedang asik berjoget mengikuti alunan musik yang diselempang di bahunya lalu berjalan menuju mobil ke mobil yang berhenti sambil menyerahkan sebotol aqua gelas seakan meminta kepada pengendara mobil.
Membuat Farid kepikiran bagaimana kalo cara mencari uangnya dengan cara seperti itu. Akhirnya Farid dan Sabil pun setelah mempertimbangkannya baik-baik menghampiri si badut tadi saat dia pergi ke sebuah tempat jualan makanan yang menggunakan steling dan terpal tempatnya berteduh saat ini.
“Maaf bang menganggu,” tanya Farid kepada si badut tadi ternyata adalah seorang lelaki yang sepertinya umur kami tidak terlalu jauh.
“Ada apaa?”jawab abang tersebut.
“Jika boleh tau, kerja seperti ini dapat berapaan ya bang?” Tanya Sabil langsung ke inti pembicaraan kami.
Abang yang bernama Andre tersebut mengerutkan keningnya dan wajahnya seakan sedang berpikir lalu menjawab,”Kalau rame dijalan sehari bisa dapet kurang lebih Rp.35.000,- sehari kira-kira dari siang sampai sore tapi hasilnya bisa kurang bisa juga lebih tergantung dari si pengendara,”jawabnya sambil menatap wajah Farid dan Sabil bergantian.
“Saya pun berpikir jika di hitung-hitung Rp.35.000,- dikali 30 hari sudah menghasilkan Rp.1.050.000,- sudah lumayan untuk membeli smartphone jika pun kurang saya bisa menambahnya dengan uang jajan yang di beri ibu yang masih saya simpan,” pikir Farid kepada Sabil seperti meminta persetujuan.
“Kalo soal perlengkapan alat musik dan kostum boneka mampangnya tenang bisa disewa perhari dari orangnya,” kata bang Andre kepada Farid dan Sabil.
Setiap selesai belajar dari rumah Sabil, Farid bergegas ke warung tempat pangkal orang yang bekerja sebagai boneka mampang maupun badut lainnya. Setelah memutuskan ikut bekerja sebagai boneka mampang.Tepat di pinggir jalan diperempatan jalan Farid berdiri menunggu lampu hijau berganti warna menjadi merah karena ini pertama kalinya bang Andre menemani Farid bagaimana harus beratraksi.
Siang hingga sore berdiri di perempatan dan jalan yang seakan tak pernah sunyi selalu dipenuhi kendaraan- kendaraan beroda. Farid dan anak-anak lainnya beristirahat saat waktu senja sudah mulai menampakan dirinya. Saat itu ada sekitar 5 orang dan melihat mereka yang umurnya tak jauh berbeda dengan Farid yang terpaksa bekerja sebagai boneka mampang ataupun badut karena ekonomi mereka yang kurang berkecukupan bahkan mereka semua harus terputus sekolahnya karena keterbatasan dana,”Saya tersadar bahwa kesusahan saya bukanlah yang paling susah karena masih ada yang lebih susah dan mereka sama sekali tidak menyalahi keadaan tersebut malah membuat mereka lebih giat bekerja setidaknya untuk membantu keluarga mereka,” kata Farid.
Hari demi hari berjalan seperti biasa, belajar lalu bekerja sebagai boneka mampang menjadi rutinitas
Farid. Tak disangka berlalu sudah 30 hari yang selama ini berdiri dilampu merah diperempatan jalan di bawah terik matahari kadang hujan mengguyur jalanan membuahkan hasil meski memerlukan banyak waktu. Semangat Farid demi tetap bisa mengikuti pembelajaran membuat Farid pantang menyerah untuk meraih cita-cita.
Dengan usaha yang terus menerus Farid lakukan ternyata mendapatkan dukungan dari Sabil yang rasa pedulinya kepada Farid membuatnya berinisiatif mengajak teman-teman mereka yang lainnya mengumpulkan uang seikhlas hati dengan niat membantu Farid. Bahkan para tetangga pun turut membantu Farid dan keluarganya.
”Teman-teman saya dan tetangga ikut membantu dengan dana yang mana mereka mengetahui saya terpaksa bekerja sebagai boneka mampang dari ibunya Sabil,” ucap Farid. Merupakan kebiasaan dan sudah menjadi budaya dan tradisi di lingkungan rumah Farid yaitu tolong- menolong dengan cara mengutip ke setiap pintu rumah tetangga dengan seikhlas hati bantuan dana, biasanya hal ini dilakukan jika ada salah satu tetangga yang masuk rumah sakit. Namun kuatnya rasa empati yang merasakan apa yang dirasakan orang lain membuat teman dan tetangga Farid menolong Farid dan keluarganya yang sedang mengalami kesulitan.
Kayanya budaya Indonesia walaupun beragam agama, suku, ras, golongan namun jiwa sosial yang sudah menjadi dasar negara yang ke-5 mencerminkan perilaku masyarakat bangsa Indonesia yang mengembangkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan serta suka memberi pertolongan kepada orang lain. Tetangga pun memberikan uang hasil dana seikhlas hati tersebut lalu diberikan kepada Farid dan keluargannya.
”Bukan hanya membantu saya namun juga sangat membantu kelurga saya” ucap Farid dengan rasa terharu. Hingga melalui bantuan tersebut akhirnya Farid bisa membeli smartphone melalaui hasil boneka mampang dan hasil bantuan teman dan tetangga tersebut.
“Membuat saya sangat bersyukur dan membuat saya
lebih semangat untuk belajar. Bersyukur atas hasil usaha saya bekerja sebagai boneka mampang dilampu merah antara perempatan jalan, dibawah teriknya matahari, ramainya kendaraan membuahkan buah yang manis dan bersyukur dan berterima kasih kepada teman- teman dan para tetangga saya yang sangat peduli dan sudah baik pada saya dan keluarga saya,” ujar Farid kepada teman dan tetangganya.
Bahkan hasil jerih payah usaha belajar Farid yang penuh keseriusan, semangat dan ketekunan selama ini membuat Farid mendapatkan juara kelas disekolah dan mendapatkan beasiswa dari juara tersebut. Kesulitan belajar Farid teratasi melalui semangat pantang menyerah, usaha, dan doa serta bantuan dari orang-orang yang sangat peduli kepadanya. “Karena saya percaya usaha tak akan pernah mengkhianati hasil dan setiap niat yang baik pasti menghasilkan sesuatu yang baik pula,” ucap Farid dengan semangat dari dirinya.
“Jangan pernah menyerah ketika Anda masih mampu berusaha lagi.Tidak ada kata berakhir sampai Anda berhenti memcoba,”kata bijak Brian Dyson sang mantan COE Coca-Cola yang menginspirasi Farid saat ini dari buku yang pernah ia baca saat sekolah.
Ayessa Syakina Baky (Siswi SMK Panca Budi 2 Medan Kelas XI Ak)